GpGlBSW0TfG8TpY7TpOiTUz5Gd==

Cerita Rakyat Grobogan: Jaka Linglung dan Terjadinya Bledug Kuwu

Letupan lumpur Bledug Kuwu dikaitkan dengan legenda Jaka Linglung. (Istimewa)
Khazanahgrobogan.com – Masih  satu rangkaian dengan cerita rakyat sebelumnya, yaitu Aji Saka dan Prabu Dewata Cengkar, di Kabupaten Grobogan juga berkembang cerita rakyat yang berkaitan dengan legenda terjadinya Bledug Kuwu. Cerita legenda ini mengisahkan pengakuan seekor ular raksasa yang mengaku sebagai putra kandung Aji Saka. Ular raksasa itu kemudian dikenal dengan nama Jaka Linglung.

Pengakuan Jaka Linglung itu membuat Aji Saka yang sudah menjadi raja di Kerajaan Medang Kamulan kaget dan sangat terkejut. Namun sebagai raja yang bijaksana, Prabu Aji Saka meminta sang ular raksasa untuk membuktikan kebenaran pengakuannya dengan melakukan misi pembunuhan Bajul Putih yang merupakan penjelmaan Prabu Dewata Cengkar di Laut Selatan.

Syaratnya, saat menuju ke dan pulang dari Laut Selatan, ular raksasa harus melewati perjalanan bawah tanah. Sang ular raksasa menyanggupi dan akhirnya berhasil melakukan misi yang dititahkan Prabu Aji Saka kepadanya.

Kisah Jaka Linglung ini kemudian dikaitkan dengan kisah legenda terjadinya Bledug Kuwu, sebuah kawasan yang di dalamnya terdapat letupan lumpur (mud vulcano) dan area produksi garam, karena secara mitos dihubungkan dengan Laut Selatan.

Berikuti ini cerita rakyat tentang Jaka Linglung dan legenda terjadinya Bledug Kuwu:

Dikisahkan, sebelum Aji Saka menjadi raja, ia pernah singgah di rumah seorang janda tua. Di rumah janda tua itu, Aji Saka pernah membuang air kecil di dekat lumbung padi milik sang janda tua itu. Ternyata, tanpa diketahuinya, air kencing Aji Saka itu terminum oleh seekor ayam betina yang sedang kehausan. Beberapa waktu kemudian, ayam itu bertelur. Telur yang keluar hanya sebutir, namun telurnya sangat besar, tidak seperti telur ayam pada umumnya.

Ayam betina itu mengerami telurnya meski hanya sebutir dan bentuknya besar. Anehnya, meski ia telah mengerami telur itu hingga berbulan-bulan lamanya, telur itu belum menetas juga. Meski begitu, ayam betina itu tetap mengerami telurnya.

Akhirnya, telur itu akhirnya menetas setelah dierami selama setahun lamanya. Namun setelah cangkang telur pecah, bukan anak ayam yang keluar, namun anak ular. Awalnya, ular itu sangat kecil, namun lama kelamaan, anak ular itu secara cepat tumbuh menjadi ular yang sangat besar dan panjang.

Pada suatu hari, ular raksasa itu berjalan merayap menuju ke ibu kota Medang Kamulan. Rakyat Medang Kamulan pun gempar melihat ular raksasa itu. Mereka ketakutan dan lari tunggang langgang. Ular raksasa itu terus berjalan merayap menuju ke istana raja.  

Beberapa prajurit berusaha menghalau ular raksasa itu, bahkan hendak membunuhnya. Tapi sekonyong, ular raksasa itu bisa berbicara yang intinya agar rakyat Medang Kamulan tidak perlu takut kepada dirinya. Ia bahkan berkata bahwa dirinya adalah putra dari sang Prabu Aji Saka dan kedatangnnya ke istana adalah untuk menghadap sang raja.

Mendengar itu, salah seorang prajurit segera memasuki istana. Prajurit itu segera menghadap kepada Prabu Aji Saka dan melaporkan bahwa di luar istana terdapat seekor ular raksasa yang mengaku sebagai putra sang raja.

Mendengar laporan itu, Prabu Aji Saka segera keluar istana dengan hati yang diliputi rasa penasaran. Prabu Aji Saka segera menemui ular raksasa itu dan menanyai tujuannya datang ke istana. Dengan penuh hormat, ular raksasa itu pun menjawab bahwa kedatangannya adalah untuk menghadap ke Prabu Jaka yang merupakan ayah kandungnya.

Prabu Aji Saka pun heran dengan jawaban ular raksasa itu. Bagaimana mungkin ia memiliki anak, padahal ia belum memiliki istri. Kalau pun ia punya anak, pastilah dalam wujud manusia, bukan dalam wujud seekor ular.

Prabu Aji Saka pun meminta ular raksasa itu untuk tidak mengada-ngada, bagaimana mungin seorang manusia yang belum mempunyai istri bisa punya anak, apalagi dalam wujud seekor ular.

Ular raksasa itu pun kemudian menceritakan asal-usul bagaimana Prabu Aji Saka bisa memiliki seorang anak seperti dirinya yang berwujud ular. Peristiwa itu bermula saat Prabu Aji Saka menginap di rumah seorang janda tua ssat pertama kali datang ke Medang Kamulan. Ketika itu Prabu Aji Saka pernah membuat hajat kecil di dekat lumbung padi milik sang janda. 

Ternyata air seni Prabu Aji Saka itu mengandung benih yang subur dan terhirup oleh seekor ayam betina yang kehausan. Ayam betina itu kemudian bertelur dan setelah dierami selama setahun, menetaslah seekor ular yang tak lainnya adalah dirinya yang kini menghadap Prabu Aji Saka.

Sebenarnya Prabu Aji Saka tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh ular raksasa itu karena sangat tidak masuk akal. Kalaupun bvenih dirinya terhidup oleh seekor ayam, harusnya yang menetas adalah seorang manusia, bukan seekor ular. Namun sang ular raksasa itu bersikukuh meyakinkan Prabu Aji Saka bahwa ia adalah anak kandungnya. Bila Tuhan berkehendak, apapun bisa terjadi, katanya.  

Ucapan ular raksasa itu meluluhkan Prabu Aji Jaka. Di lubuk hati Prabu Aji Saka mengakui bahwa ular raksasa di hadapannya bukanlah sejenis ular biasa. Seekor ular yang ucapan-ucapannya bernas dan tutur katanya halus penuh tata krama.

Sebenarnya, Prabu Aji Saka diam-diam jatuh hati dengan perangai ular raksasa itu. Namun sebagai seorang raja dengan kedudukan yang terhormat, ia harus bisa menekan perasaannya. Apalagi mengingat saat itu banyak rakyat Medang Kamulan yang menyaksikan percakapan dirinya dengan ular raksasa itu. Tentu, Prabu Aji Saka merasa malu memiliki anak seekor ular.

Tapi sebagai seorang ksatria, Prabu Aji Saka kemudian meminta ular raksasa di hadapannya itu untuk membuktikan ucapannya. Prabu Aji Saka mempunyai dua permintaan yang harus ditunaikan oleh ular raksasa sebagai syarat diakui sebagai anaknya.

Dua permintaan itu adalah agar ular raksasa itu pergi ke Laut Selatan untuk membunuh Bajul Putih yang merupakan jelmaan Prabu Dewata Cengkar. Karena keberadaan bajul putih sangat merisaukan rakyat di sekitar Laut Saelatran karena bajul putih selelu mencari korban manusia untuk dimangsanya.

Permintaan kedua, agar saat pergi menuju ke Laut Selatan dan sepulangnya nanti, ular raksasa tidak melakukan perjalanan darat seperti umumnya sebuah perjalanan. Namun ia harus melakukan perjalanan melalui bawah tanah alias menerobos bumi.

Dengan dua syarat itu, Prabu Aji Saka merasa bahwa ular raksasa itu tidak akan sanggup melakukannya. Namun dengan keteguhan hati, ular raksasa itu bersedia memenuhi dua permintaan itu untuk membuktikan bahwa dirinya memang putra Prabu Aji Saka.

Sejurus kemudian, ular raksasa itu pergi dengan cara masuk ke dalam tanah. Prabu Aji Saka  kembali masuk ke dalam istana, sementara rakyat yang menyaksikan kejadian ajaib itu pulang ke rumah masing-masing dengan diliputi rasa takjub atas percakapan ular raksasa dengan raja mereka.

Beberapa waktu kemudian, ular raksasa itu sudah sampai ke Laut Selatan melalui perjalanan bawah tanah. Sang ular raksasa itu pun segera mencari Bajul Putih untuk dibunuhnya. Setelah bertemu, terjadilah perkelahian yang sangat sengit antara ular raksasa dengan bajul putih. Singkat cerita, setelah melalui perkelahian yang sangat sengit, ular raksasa berhasil mengalahkan bajul Putih.

Bajul puith pun mati terkapar dengan tubuh remuk. Ular raksasa segera menggigit leher lawannya sampai putus. Kepala bajul putih itu kemudian dibawa untuk diperliahatkan kepada Prabu Aji Saka sebagai bukti bahwa ia telah berhasil membunuh bajul putih dan telah melaksanakan permintaan Prabu Aji Saka.

Diceritakan, dalam perjalanan pulang ke Medang Kamulan, ular raksasa sempat tersesat, karena ia melakukan perjalanan bawah tanah seperti saat pergi. Beberapa kali ia muncul di permukaan tanah, mengira sudah tiba di Medang Kamulan, tapi ternyata ia salah arah. Kemudian ular raksasa itu melesak lagi ke dalam tanah.

Beberapa kali ular raksasa itu mengalami kekeliruan itu. Ia muncul di permukaan bumi, tapi ternyata belum sampai ke Medang Kamulan. Konon, sejak saat itu, muncul beberapa mata air baru. Airnya terasa asin, karena mengalir dari laut selatan, bekas perjalanan ular raksasa itu. Bledug Kuwu adalah salah satu tempat ular raksasa menyembulkan diri karena mengira sudah tiba di Medang Kamulan.

Setelah sampai di Medang Kamulan, ular raksasa segera menghadap Prabu Dewata Cengkar dan memperlihatkan kepala bajul putih yang telah dibunuhnya dan melaporkan bahwa ia telah juga melaksanakan perintah untuk melalukan perjalanan bawah tanah selama pergi ke Laut Selatan dan pulang kembali ke Medang Kamulan.

Karena telah memenuhi perintahnya dengan baik, sesuai janjinya, Prabu Aji Saka pun mengakui ular raksasa itu sebagai anak kandungnya. Prabu Aji Saka kemudian memberi nama ular raksasa itu dengan nama Jaka Linglung. Linglung artinya bingung, tersesat. Karena dalam perjalanan pulang kembali ke Medang Kamulan, ular raksasa sempat bingung atau linglung sehingga berkali-kali menyembul ke permukaan bumi padahal belum sampai ke Medang Kamulan. (BMA - Redaksi Khazanah Grobogan)

 



Jasaview.id

Type above and press Enter to search.