GpGlBSW0TfG8TpY7TpOiTUz5Gd==

Cerita Rakyat Grobogan: Aji Saka dan Prabu Dewata Cengkar

Patung Aji Saka di kompleks objek wisata Bledug Kuwu. (BMA/Khazanahgrobogan)
Khazanahgrobogan.com - Sudah jamak diketahui, salah satu cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Grobogan sejak lampau adalah cerita tentang Aji Saka dan Prabu Dewata Cengkar. Prabu Dewata Cengkar adalah raja Kerajaan Medang Kamulan yang diyakini pernah ada di Kabupaten Grobogan, tepatnya berada di Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus.

Prof. Dr. Hasanu Simon dalam buku Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa (2008) menyebutkan, kerajaan di Jawa sudah mengalami kejayaan setidaknya sejak Dinasti Mataram Hindu pada abad ke-7.

Kerajaan itu mulai dibangun oleh Ajisaka pada tahun 68 M. Ajisaka merupakan raja berkebangsaan India yang menaklukkan Prabu Dewata Cengkar, raja Medang Kamulan yang mungkin merupakan raja dari kalangan suku pribumi.

Menurut Prof. Hasanu, mungkin pula India telah beberapa kali mencoba menaklukkan kerajaan Jawa, tetapi baru abad pertama Masehi itulah dapat berhasil, setelah dengan persiapan yang cukup matang. Pusat pemerintahan Prabu Dewata Cangkar yang bernama Medang Kamulan itu diperkirakan terletak di daerah Grobogan, di antara Purwodadi dan Blora.

Cerita rakyat tentang Aji Saka dan Prabu Dewata Cengkar sendiri sangat masyhur di Kabupaten Grobogan dan menjadi cerita tutur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Masyarakat Grobogan tidak asing dengan cerita legenda ini, meski dari sejumlah literatur diketahui, cerita tentang Aji Saka dan Prabu Dewata Cengkar memiliki beragam versi.

Slamet Riyadi dalam buku berjudul Makna Simbolik Legenda Aji Saka (Balai Bahasa Yogyakarta, 2007) menyebutkan 6 versi terkait legenda Aji Saka, meliputi: legenda Aji Saka versi bacaan anak-anak, versi Serat Manikmaya, versi Serat Momana, versi Serat Aji Saka, versi Esmiet, dan versi Masyarakat Tengger.    

Bila menilik pada cerita rakyat Aji Saka dalam berbagai versi itu, legenda Aji Saka versi bacaan anak-anak kiranya yang lebih pas dengan cerita rakyat yang berkembang di Kabupaten Grobogan. 

Berikut ini cerita ringkas legenda Aji Saka dan Prabu Dewata Cengkar yang masyhur di Kabupaten Grobogan: 

Syahdan, dulu ada sebuah kerajaan besar bernama Medang Kamulan dengan rajanya yang bernama Prabu Dewata Cengkar. Dikisahkan, Prabu Dewata Cengkar adalah seorang raja kanibal yang sangat menggemari mengonsumsi daging manusia.

Ceritanya bermula dari seorang juru masak istana yang melakukan kesalahan. Suatu hari, si juru masak istana bekerja sembari melamun. Tanpa sengaja, jari kelingkingnya terpotong oleh pisau saat sedang mengiris bumbu. Ia mengaduh kesakitan dan lekas mencari obat untuk mengatasi lukanya.

Namun tanpa sepengetahuannya, potongan jari kelingkingnya itu jatuh ke dalam kuali dan terbawa ke dalam masakan yang akan dihidangkan untuk sang raja, Prabu Dewata Cengkar. Saat Prabu Dewata Cengkar makan, potongan kelingking itu ikut termakan.

Prabu Dewata Cengkar heran karena baru kali ini merasakan daging yang tak biasanya, tapi rasanya sangat enak dan lezat. Setelah diperhatikan, rupanya adalah jari kelingking manusia. Sejak itulah Prabu Dewata Cengkar menggemari daging manusia.

Ia pun memerintahkan kepada patihnya untuk mengorbankan satu per satu orang-orang yang berada di dalam penjara Medang Kamulan untuk dijadikan hidangan makannya. Begitulah, sejak itu, setiap hari seorang narapidana dibunuh, lalu dagingnya diserahkan kepada juru masak istana untuk diolah menjadi masakan.

Awalnya, kegemaran Prabu Dewata Cengkar memakan daging manusia itu dirahasiakan. Rakyat Medang Kamulan tak ada yang mengetahuinya. Namun serapat-rapatnya menutup rahasia, akhirnya rakyat Medang Kamulan mengetahuinya juga. Rakyat Medang Kamulan pun diliputi ketakutan.

Karena isi penjara lama kelamaan habis, Prabu Dewata Cengkar pun memerintahkan kepada sang patih untuk mengorbankan satu per satu rakyat Medang Kamulan sebagai bahan masakan untuk santapannya. Meski berat melaksanakan perintah itu, Patih Medang Kamulan tak punya pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak Prabu Dewata Cengkar. Karena bila ia membangkang, ia sendiri yang akan menjadi korbannya.

Keadaan itu menjadikan Kerajaan Medang Kamulan sangat mencekam. Hidup rakyat Medang Kamulan diliputi cemas dan takut. Hidupnya tak ubah hanya menunggu giliran menjadi santapan sang raja. Dibunuh, dicincang-cincang, dimasak, lalu disantap sang raja yang semakin hari semakin rakus.

Saat penduduk Medang Kamulan dicengkeram rasa cemas dan takut, pada suatu hari, datanglah seorang laki-laki berjubah putih dengan kepala berbalut serban yang juga berwarna putih, ke salah satu desa yang masih berada di wilayah kekuasaan Medang Kamulan. Laki-laki asing itu mengaku bernama Aji Saka. 

Pada saat itu, seorang janda sedang menangis sendiri di depan rumahnya. Tiada seorang pun yang mempedulikan tangis janda itu. Penduduk desa seolah-olah sudah biasa membiarkan orang lain bersedih dan menangis karena bersiap menjadi santapan sang raja.

Kebetulan Aji Saka melewati depan rumah janda itu. Dihampirilah janda yang sedang menangis sesenggukan itu. Aji Saka pun bertanya kepada janda itu penyebab ia menangis. Sang janda pun kemudian bercerita bahwa dirinya akan mendapatkan giliran menjadi bahan santapan sang raja.

Sang janda juga menceritakan kepada Aji Saka bahwa raja di Medang Kamulan sangat menggemari makan daging manusia, sehingga setiap hari rakyat Medang Kamulan dijadikan santapan. Mendengar cerita itu, Aji Saka pun meminta sang janda untuk tenang. Karena Aji Saka bersedia untuk menggantikan sang janda itu untuk dijadikan kurban santapan sang raja.

Keesokan harinya, Aji Saka menepati janjinya. Ia menghadap sang raja dan bersedia menggantikan sang janda sebagai santapan sang raja. Tapi Aji Saka mengajukan syarat. Ia minta kepada sang raja agar diberi tanah seluas surban yang membalut kepalanya. Mendengar permintaan itu, Prabu Dewata Cengkar terkekeh menertawakan permintaan itu. Dengan senyum meremehkan, Prabu Dewata Cengkar menyanggupi permintaan itu.

Aji Saka meminta Prabu Dewata Cengkar sendiri yang menghamparkan surban di tanah yang akan diberikan kepadanya. Lagi-lagi, Prabu Dewata Cengkar menyanggupi permintaan itu. Tetapi, Prabu Dewata Cengkar tercengang ketika mendapati kenyataan bahwa surban milik Aji Saka bukan sembarang surban.

Saat Prabu Dewata Cengkar menghamparkan surban itu, seolah surban itu tak ada habisnya ia bentangkan. Berhari-hari Prabu Dewata Cengkar membentangkan surban itu, namun surban itu tak kunjung selesai ia bentangkan. Hingga Prabu Dewata Cengkar sampai di tepi Laut Selatan dalam kondisi kelelahan.

Dan yang terjadi kemudian, sekali hentak surban itu oleh Aji Saka, Prabu Dewata Cengkar pun terpelanting ke tengah Laut Selatan dan berubah wujud menjadi seekor buaya putih yang sangat besar yang terkenal dengan sebutan bajul putih.

Kejadian spektakuler itu disaksikan oleh segenap rakyat Medang Kamulan. Rakyat Medang Kamulan pun bergembira dengan kejadiaan itu. Mereka kemudian bersujud di hadapan Aji Saka. Sejak saat itu, Kerajaan Medang Kamulan dipimpin oleh Aji Saka. Sejak Kerajaan Medang Kamulan dipimpin oleh Prabu Aji Saka, rakyat Medang Kamulan hidup dalam suasana tenang, damai, aman, makmur, sentosa, dan bahagia. (BMA - Redaksi Khazanah Grobogan)

 



Jasaview.id

Type above and press Enter to search.