Pixabay |
Sajak Cinta Untuk Istriku
Dik, cinta kita memang tak sesyahdu Rangga dan Cinta
Tidak seromansa Dilan dan Milea
Apalagi semanis cinta Khairul Azzam dan Anna Althafunnisa
Tapi cinta kita nyata bukan fiksi sulaman pujangga
Dik, cinta kita memang tak seindah Ali dan Fatimah
Tidak semulia cinta Ibrahim dan Sarah
Apalagi seagung cinta Muhammad dan Khadijah
Tapi cinta kita ada menjejaki tapak cinta mereka
Dik, suka dan duka telah silih berganti
Menjejali lintasan pelayaran
Sedih gembira menjadi romantika
Temali paling kokoh penguat jiwa
Dik, sepoi angin dan badai gelombang pernah kita lewati
Jangan pernah berhenti meski biduk diamuk ombak
Di ujung sana kita akan berlabuh dan menepi
Berhimpun bersama di pelabuhan firdausi
Bugel, 29/7/2019
Sajak Sekuntum Rindu 1
Suatu malam yang senyap
Rembulan turun di pembaringan
Angin mengantarkan layang kangen
Bersama syair cinta yang belum usai
Pada gemintang yang bertaburan di langit-langit jiwa
Sebilah rindu menyayat kalbu
Seribu puisi berguguran
Jatuh di lorong hati sunyi
Adalah waktu yang menyeringai
Membuyarkan rindu yang beku
“Biarlah ia di sini,
berpusara di hatiku.”
Sajak Sekuntum Rindu 2
Ritmis gerimis mengiris malam yang liris
Oleh sayu kenangan masa berlalu
Saat kita bercengkerama mengeja malam
Bertukar puisi yang kuyup oleh hujan
Lalu menghangatkannya dengan bertukar angan
Lahat ditikam nglangut yang akut
Di teras rumah yang disaput angin lembut
Kita bercakap memestakan pertemuan
Setelah sekian purnama
Hanya bertukar kabar melalui pena
Masa berjalan zaman berbilang
Tapi kita kehilangan tapak
Percakapan demi percakapan terkubur
Di pusaran waktu yang cepat berlalu
Dan aku di sini memuisikan rindu
Hikayat Cinta Bujang Gadis
Dari khazanah kitab lama tersebutlah sejoli
Berboncengan sepeda tua di bawah temaram purnama
Sang bujang mengayuh sepeda perlahan amatlah sepoi
Sang gadis membonceng malu dengan deburan ombak di dadanya
Sepeda kasih sang bujang menyebutnya
Melaju lembut menembus malam membius romantika jiwa
Angin malam menggetarkan cinta yang tak terkata
Hingga zaman menyuratkan takdir cinta keduanya
Sekuntum cinta dan rindu yang bisu
Hanya termaktub dalam goresan aksara berdebu
Dalam prasasti hati yang terfragmentasi
Cinta dan rindu hanya merilis liris dalam bait-bait puisi
Pendar zaman telah jauh melesat
Sang bujang dan gadis kini telah usai menghikmat
Mengkhatamkan cinta dan rindu yang menghikayat
Menutup kisah keduanya dengan tanpa kata tamat
Gadis Bukit Batu
Dari puncak bukit batu
Nyiur melambai dihembus sepoi
Rerimbun kebun kopi
Dendangkan lagu memori
Separas gadis cantik
Melintas di pelataran hati
Senyum legitnya menukik
kedalaman sanubari
Gadis bukit batu itu
Termaktub di kitab jiwa
Langgam asmara yang sirna
Dalam lipatan masa
Bugel, 12/8/2019