GpGlBSW0TfG8TpY7TpOiTUz5Gd==

Menikmati Wedang Coro Depan Masjid Baitussalam Godong, Minuman Tradisional Warisan Kesultanan Demak

Wedang Cara Pak Rohman di depan Masjid Baitussalam Godong. (BMA/Khazanahgrobogan)
Khazanahgrobogan - Kalau sedang perjalanan Purwodadi – Semarang atau sebaliknya, dan tiba di Godong, singgahlah barang sejenak. Di depan Masjid Baitussalam Godong ada penjual minuman tradisional yang istimewa, yaitu wedang coro atau nama aslinya jamu coro. Di kedai ini, kita bisa rehat sejenak sembari menyeruput wedang coro yang tidak hanya enak, tapi juga berkhasiat.

Penjualnya seorang anak muda bernama Fatkhurrohman (28) atau biasa dipanggil Fafa. Sejak setahun lalu, Fafa meneruskan usaha ayahnya, Pak Rohman, yang berjualan wedang coro di depan Masjid Baitussalam Godong. Ayahnya sendiri telah berjualan wedang coro sejak tahun 2013 atau sekitar sepuluh tahun yang lalu.

Sore (7/6/2023), saya singgah di kedai Wedang Coro Pak Rohman. Fafa bercerita, sebelum berjualan wedang coro, Pak Rohman, ayahnya, bekerja di Semarang. Setelah resign dari pekerjaan, ayahnya yang asli Bonang, Demak, belajar membuat wedang coro ke saudara-saudaranya di Demak karena memang wedang coro merupakan minuman tradisional khas Demak.

“Setelah bisa, bapak lalu berjualan wedang coro di Masjid Baitussalam Godong hingga sekarang,” tutur Fafa. 

Minuman Para Sultan

Wedang coro enak juga dinikmati dengan ketan dan serundeng manis. (BMA/Khazanahgrobogan)
Menurut Fafa, pada zaman dahulu, wedang coro merupakan minuman para raja dan para wali. Benar juga. Hasil telusur berbagai sumber menyebutkan, wedang coro merupakan minuman tradisional khas Demak. Wedang coro disebut-sebut telah ada sejak era Kesultanan Demak dan merupakan minuman para sultan dan wali.

Istimewanya, wedang coro diracik dari puluhan rempah yang berkhasiat. Fafa menuturkan, wedang coro racikan ayahnya diramu dari dua puluh lebih jenis rempah-rempah dan bahan pendukung, antara lain: jahe, cabe jawa, jintan, mrica, pala, kayu manis, bunga lawang, dan sebagainya.

Tekstur wedang coro agak pekat karena ada bubuhan tepung beras. Rasanya manis yang berasal dari gula merah.

“Dulu kami menggunakan tepung ketan. Tapi atas anjuran seorang petugas kesehatan yang pernah singgah ke sini, lebih disarankan pakai tepung beras karena lebih netral. Akhirnya kami pakai tepung beras sampai sekarang,” terang Fafa.   

Yang unik dari wedang coro adalah tempat atau wadah menaruh wedangnya yang berupa jun yang terbuat dari tanah liat. Wadah itu secara tradisional berfungsi menjaga suhu panas wedang. Karena wadah itulah, di Semarang, wedang ini dikenal dengan nama wedang jun. 

Setiap hari, Fafa dibantu adik perempuannya berjualan wedang coro mulai pukul 10.00 hingga habis. “Biasanya maghrib sudah habis. Bisa sebelum atau setelah maghrib,” jelas Fafa.

Sehari Fafa bisa menjual 2 jun wedang coro dengan tiap junnya bisa untuk 100 porsi. Per porsi wedang coro dibanderol harga Rp 5.000,-. Fafa juga memberikan informasi bahwa wedang coronya sering diboking untuk acara-acara hajatan. (BMA – Khazanah Grobogan)

 



Jasaview.id

Type above and press Enter to search.