GpGlBSW0TfG8TpY7TpOiTUz5Gd==

Potret Produksi Garam Bledug Kuwu dari Masa ke Masa

Sebuah foto tahun 1932 yang memperlihatkan klakah atau kerangka bambu tempat air bledug diuapkan untuk ekstraksi garam di kawasan Bledug Kuwu. (Tropen Museum-Khazanah Grobogan)

Khazanahgrobogan – Bledug Kuwu adalah obyek wisata berbasis fenomena alam yang menakjubkan dan memantik penasaran, terutama bagi yang belum pernah melihatnya. Objek wisata Bledug Kuwu menyuguhkan fenomena kawah  lumpur (mud volcano) yang meletup dengan menimbulkan bunyi menyerupai suara meriam yang terdengar dari kejauhan.

Secara reputasi, objek wisata ini sebenarnya sudah sangat populer. Citranya sudah sampai taraf nasional bahkan internasional. Banyak ilmuwan dari berbagai negara yang datang ke sini, terutama untuk misi penelitian.

“Bledug… bledug… bledug…” demikian bunyi suara ledakan lumpur itu secara periodik. Suara itu yang membuat objek wisata ini diberi nama Bledug. Sedang Kuwu adalah nama desa tempatnya berada.

Lumpur dari kawah ini airnya mengandung garam. Sehingga oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan garam. Produksi garam di area Bledug Kuwu ini sudah berlangsung lama. Beberapa foto bersejarah mengabadikan produksi garam di Bledug Kuwu dengan titimangsa 1932 dan 1941.

Cara produksi garamnya adalah dengan menampung air bledug ke dalam klakah—yang dibuat dari batang bambu yang dibelah menjadi dua. Air itu lalu dikeringkan dan endapannya menjadi butir-butir garam.

Foto terkini yang memperlihatkan cara baru pembuatan garam di objek wisata Bledug Kuwu. (BMA/Khazanahgrobogan)

Cara produksi garam seperti itu sekarang sudah berubah. Bila cara lama garam bledug diproduksi menggunakan klakah, namun sekarang sudah tidak lagi. Saat ini produksi garam menggunakan potongan-potongan bambu yang diletakkan di atas tanah di area tak jauh dari letupan bledug.

Peletakan potongan-potongan bambu itu membentuk kotak persegi panjang. Di dalam kotak itulah air bledug ditampung, lalu diendapkan hingga membentuk kristal-kristal garam. Cara ini lebih efektif, simpel, dan praktis, karena bisa dilakukan perseorangan dan tidak membutuhkan banyak tenaga. 

Menurut informasi, cara itu merupakan metode baru para petani garam bledug dalam memproduksi garam. Sebelum cara baru itu ditemukan, para petani garam bledug menggunakan klakah untuk membuat garam yang dirasa tidak efektif. Sehingga secara berangsur, para petani garam bledug sempat banyak yang memutuskan berhenti produksi. Alasannya, jerih payahnya tidak sebanding dengan hasil yang didapat.

Sebuah sumber menyebutkan, tahun 1990-an jumlah petani garam bledug masih ada sekitar 50-an. Tahun 2010 tinggal 6 orang. Tahun 2015 berkurang lagi menjadi tinggal 3 orang. Kemudian tahun 2017 tinggal tersisa 1 orang petani saja yang bertahan.

Selain garam, di kompleks wisata Bledug Kuwu juga dijual air bleng, air belereng, dan lumpur bledug yang dipercaya bisa mengobati jerawat. (BMA/Khazanahgrobogan)

Banyaknya petani yang memutuskan berhenti, selain karena hasil yang diperoleh minim, juga produksi garam menggunakan klakah tidak efektif karena tidak bisa dilakukan seorang saja. Minimal harus dua orang.

Faktor itulah yang menjadikan penghasilan dari produksi garam makin minim karena harus dibagi. Faktor itu juga yang menjadikan para petani garam bledug banyak yang memutuskan berhenti berproduksi. Padahal, garam bledug sudah dimanfaatkan sejak zaman kolonial Belanda.

Namun, sejak ditemukan metode baru produksi garam, para petani banyak yang kembali berproduksi. Jumlahnya mencapai puluhan petani. Tentu ini cukup menggembirakan.

Selain garam, lumpur bledug juga menjadi “komoditas” yang dijual di area objek wisata Bledug Kuwu. Konon, lumpur bledug berkhasiat membasmi jerawat di wajah. Lumpur itu dikemas dalam botol bekas air mineral dan dijajakan di area objek wisata.

Selain itu juga ada produk bleng—yang  biasa dimanfaatkan sebagai bahan campuran membuat kerupuk—yang lazim disebut kerupuk gendar. (BMA – Khazanah Grobogan)

 



Jasaview.id

Type above and press Enter to search.