Pertigaan Gubug dengan monumen patung mengandung sejarah. (Khazanahgrobogan/Ist) |
Heru Hardono (Mbah Bejo) dalam artikelnya
berjudul Riwayat Pertigaan Gubug menceritakan kisah
yang disampaikan oleh beberapa tokoh pemuda Gubug ketika itu, di antaranya
bernama Ustadi dan Sukarman. Diceritakan, sekitar tahun 1955 Presiden Sukarno
berkunjung ke Kota Cepu. Ketika akan menuju ke kota Semarang, rombongan yang
menggunakan mobil dihentikan oleh para pemuda Gubug.
Ide penghentian itu berasal dari seorang pengurus MWC Nahdlatul Ulama (NU) Kecamatan Gubug ketika itu bernama Moch. Anwar, yang rumahnya berada di sebelah utara pertigaan Gubug. Ketika itu, Bung Karno dimohon untuk berpidato guna memberi semangat kepada para pemuda Gubug. Setelah selesai berpidato, Bung Karno dimohon menanam pohon beringin di tengah lapangan pertigaan.
Setelah itu, rombongan meneruskan perjalanan menuju Semarang, untuk selanjutnya meneruskan perjalanan pulang ke Jakarta. Pohon beringan yang ditanam Bung Karno itu kemudian dikenal dengan sebutan “Beringin Bung Karno”.
Sayangnya, pada tahun 1983, saat jembatan Tuntang diperbaiki, sehingga jalur lalu lintas Semarang-Purwodadi terputus, atas kebijaksanaan dari pihak terkait, tanah pertigaan Gubug dijadikan sebagai terminal sementara. Sebagai akibatnya, tanah lapang pertigaan Gubug menjadi padat, pohon “Beringin Bung Karno” yang mempunyai nilai sejarah itu pun mati dan tinggal kenangan.
Patung Pejuang
Adapun adanya monumen patung pejuang di pertigaan Gubug didasarkan pada riwayat para Laskar Hizbullah yang gugur dalam penyerangan asrama Belanda di Kantor Pegadaian Gubug pada tahun 1948. Berdasarkan riwayat itu, oleh Tripika (sekarang Muspika-red) Gubug, digagaslah pendirian patung pejuang.
Patung pejuang itu didirikan di pertigaan
Gubug untuk mengenang pertempuran antara tentara Belanda dengan Laskar
Hizbullah. Tahun 1973, dengan dana dari para dermawan, dibuatlah patung pejuang
itu. Seorang aktivis Pemuda Muhammadiyah Gubug bernama Mahmud ditunjuk sebagai
desainer dan pembuatnya.
Pembuatan patung tersebut memakan waktu dua bulan. Monumen berupa dua patung setinggi 2 meter di atas landasan setinggi 2 meter. Patung tersebut berwujud seorang TNI memegang senjata stengun dan seorang pejuang yang membawa tombak. Menurut Mahmud ketika itu, dua patung itu diartikan sebagai tentara dan rakyat yang saling bahu membahu mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Dijelaskan pula bahwa pembuatan patung tentara terinspirasi oleh Sersan Mayor Mulyono anggota BODM (sekarang Koramil-red) Gubug saat melaksanakan tugas menjaga keamanan wilayah.
Lalu pada tahun 2018, PT. Kartika Polaswasti Mahardika (produsen sirup Kartika) yang berkedudukan di Gubug, merenovasi pertigaan Gubug menjadi Taman Simpang Tiga Gubug dengan bangunan monumental yang lebih megah. Dua patung pahlawan dibuat lebih besar setinggi tiga meter lebih, masing-masing membawa senjata api laras panjang dan satunya membawa bambu runcing.
Bangunan ini diresmikan oleh Bupati Grobogan Hj. Sri Sumarni pada Minggu (8/4/2018) pagi. Turut hadir dalam peresmian tersebut, Pimpinan PT. Kartika Polaswasti Mahardika Albert Andi Santoso, Ketua DPRD Grobogan Agus Siswanto, Camat Gubug A. Basuki Mulyono, dan para Kepala SKPD serta Forkopimda Gubug. (BMA - Redkasi Khazanah Grobogan)