Ilustrasi Ki Ageng Selo menangkap petir. (Khazanahgroboagn/istimewa) |
Riwayat hidupnya umumnya berasal dari cerita tutur turun-temurun dan termaktub dalam naskah-naskah babad. Sebagai sosok historis, makamnya terletak di Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Hingga kini, makamnya banyak diziarahi oleh para peziarah dari berbagai daerah.
Lalu, siapakah sosok Ki Ageng Selo ini?
Zainal Abidin bin Syamsudin dalam buku Fakta Baru Walisongo (2017) menyebutkan, menurut Babad Tanah Jawa, Ki Ageng Selo adalah salah seorang murid Sunan Kalijaga. Ki Ageng Selo merupakan moyangnya raja-raja Mataram.
Menurut Dhanu Priyo Prabowo dalam buku Pandangan Hidup Kejawen dalam Serat Pepali Ki Ageng Sela (2004), Ki Ageng Selo hidup di zaman pemerintahan Kerajaan Demak terakhir. Pada masa itu, Kerajaan Demak di bawah kekuasaan Kanjeng Sultan Trenggono (1521-1545 Masehi).
Nama kecil Ki Ageng Selo adalah Bagus Sogum atau Bagus Songgom. Setelah dewasa dan sepuh, Ki Ageng Selo lebih dikenal dengan nama Kiai Abdulrahman. Kemudian lebih dikenal lagi dengan nama Ki Ageng Selo hingga sekarang karena ia tinggal di Desa Selo—saat ini masuk wilayah Kecamatan Tawangharo, Kabupaten Grobogan.
Menurut sejarah, Ki Ageng Selo masih memiliki alur darah dengan Prabu Brawijaya V—raja terakhir Kerajaan Majapahit. Secara silsilah dapat disampaikan, Prabu Brawijaya V memiliki putra bernama Bondan Kejawan atau Dyah Lembu Peteng dari selirnya yang bernama Wandan Kuning.
Setelah dewasa, Bondan Kejawan diambil menantu oleh Ki Ageng Tarub, yaitu dikawinkan dengan putrinya yang cantik bernama Dewi Nawangsih. Dari perkawinan itu melahirkan Ki Ageng Getas Pendowo. Lalu Ki Ageng Getas Pendowo memiliki beberapa putra, salah satunya adalah Ki Ageng Selo.
Selain itu, Ki Ageng Selo juga masih memiliki alur saudara dengan Sultan Trenggono di Demak. Antara Ki Ageng Selo dengan Sultan Trenggono diikat oleh tali persaudaraan, yakni kadang nak-sanak tunggal eyang (saudara sepupu satu kakek). Hal ini terjadi karena Sultan Trenggono terhitung cucu dari Prabu Brawijaya V, sedang Ki Ageng Selo terhitung cicit. Keduanya hidup dalam satu zaman.
Ihwal Ki Ageng Selo merupakan moyangnya raja-raja Mataram, dapat dijelaskan sebagai berikut. Adalah cucu Ki Ageng Selo bernama Ki Ageng Pamanahan memiliki anak bernama Danang Sutawijaya, yang kemudian bergelar Panembahan Senopati. Sutawijaya seperti diketahui adalah Raja Mataram yang sangat masyhur.
Lahirnya Kerajaan Mataram memang tidak dapat dipisahkan dari sosok Ki Ageng Pamanahan—putra Ki Ageng Ngenis, putra Ki Ageng Selo, yang waktu itu dianggap berhasil oleh Sultan Hadiwijaya (penguasa Kerajaan Pajang) dalam mengalahkan Arya Penangsang melalui tangan anaknya Danang Sutawijaya. Melalui kemenangan anaknya ini, Ki Ageng Pamanahann dianggap berhasil dan kemudian diganjar dengan tanah Mataram yang waktu itu masih berupa hutan atau alas Mentaok.
Selama hidupnya, Ki Ageng Selo dikenal sebagai seorang
petani sekaligus seorang wali yang cendekia dan juga mumpuni di bidang
karawitan, seni lukis, dan seni ukir. Ki Ageng Selo-lah yang membuat pintu bledheg
di Masjid Agung Demak, yang kini pintu aslinya masih dapat kita jumpai di
Museum Masjid Agung Demak. (BMA - Redaksi Khazanah Grobogan)