GpGlBSW0TfG8TpY7TpOiTUz5Gd==

Cerita Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari dalam Babad Tanah Jawi Susunan W.L. Olthof

Salah satu lukisan yang menggambarkan legenda Jaka Tarub dan 7 bidadari yang sedang mandi. (Foto: istimewa)

Khazanahgrobogan - Cerita rakyat tentang Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari sangat populer bagi masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Selain bersumber dari cerita tutur turun-temurun, cerita juga termaktub di dalam buku-buku babad, di antaranya buku Babad Tanah Jawi.

Di antara buku Babad Tanah Jawi yang memuatnya adalah Babad Tanah Jawi terjemahan dari buku berjudul Punika Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegi ing Taoen 1647 yang disusun oleh W.L. Althof di Leiden, Belanda, pada tahun 1941. Naskah terjemahan ke dalam bahasa Indonesia diterbitkan oleh penerbit Narasi, Yogyakarta, cetakan pertama tahun 2014 (edisi Hard Cover). Di dalam buku tersebut diketengahkan cerita tentang Jaka Tarub, sebagai berikut:

Adalah Kyai Ageng di Selandika, kegemarannya nulup. Waktu kyai ke hutan, menemukan jabang bayi lalu digendong di sabuknya, lalu meneruskan nulup. Melihat ada kijang, senang sekali. Diikuti terus ke mana perginya. Lama-lama kijang itu hilang, membuat kecewa hatinya. Uring-uringan kepada jabang bayi, lalu bayi itu diletakkan di bawah pepohonan. Kyai Ageng melanjutkan mencari kijang tadi.

Adapun tempat meletakkan bayi tadi, dulu adalah tempat pertapaan Kyai Ageng Tarub. Sepeninggal Kyai Ageng, istrinya yang menjanda tanpa anak, masih bertinggal di situ. Bayi itu dipungut oleh Nyai Randa dan dipelihara. Setelah berumur tujuh tahun, kelihatan tampannya. Teman sepermainannya sangat sayang semuanya. Kegemarannya nulup ke hutan. Sampai saatnya dewasa, mau dikawinkan tidak mau.

Ketika Ki Jaka nulup di hutan, melihat burung aneh warnanya. Ia sangat tertarik. Ditulup tidak kena. Berpindah-pindah hinggapnya, terus diikuti ke mana perginya, sampai di hutan besar. Burung itu tidak kelihatan lagi.

Di tengah hutan itu ternyata ada sendang, tempat pemandian para bidadari. Saat hari Selasa Kliwon para bidadari turun mandi di sendang itu. Ki Jaka bersembunyi. Para bidadari melepas pakaiannya mandi di sana. Ki Jaka tajam melihat, sangat terpikat atas kecantikannya. Lalu satu di antara pakaian bidadari itu diculik serta disembunyikan.

Para bidadari tidak ada yang melihat, masih mandi bergembira-ria. Ki Jaka lalu berdehem. Para bidadari terkejut mendengar suara orang. Segera terbang membawa pakaian masing-masing. Cuma ada satu yang bernama Dewi Nawang Wulan, masih tertinggal di sendang, sebab pakaiannya tidak ada.

Ki Jaka mendekati. Nawang Wulan ditanya bila mau diperistri akan diberikan pakaiannya. Karena bingung hatinya, Dewi Nawang Wulan terpaksa bersedia memenuhi permintaannya. Pakaian pun segera diberikan. Nawang Wulan dibawa pulang dan diperistri, menjadi kegembiraan bagi Nyai Randa di Tarub.

Kemudian Nyi Janda Tarub meninggal. Anak angkatnya kemudian disebut Kyai Ageng dari Tarub. Sudah punya putri, seorang sangat cantik diberi nama Rara Nawangsih.

Pada suatu hari, Dewi Nawang Wulan mau mencuci popok ke sungai. Suaminya diminta menjaga dandang, tempat untuk menanak nasi, serta dipesan dengan sungguh-sungguh jangan sekali-kali membuka tutup dandangnya.

Setelah Dewi Nawang Wulan ke sungai, Kyai Ageng menunggu nasi, sambil menjaga anaknya. Batin Kyai Ageng, istrinya itu hanya diberi persediaan padi satu lumbung, tapi sudah cukup lama padinya tidak berkurang. Kyai Ageng tidak bisa menduga sebabnya.

Terdorong rasa ingin tahu yang besar, seberapa yang ditanak, tutup dandang itu dibuka. Di kukusan itu hanyalah sebutir padi. Tutup lalu dikembalikan lagi. Setelah datang, istrinya mengangkat tutup. Padi sebutir masih seperti sama tatkala dimasukkan, sangat menjadikan sang Dewi. Ia menduga kalau tutup telah dibuka oleh Kyai Ageng. Suaminya itu akan ditinggal pulang ke kayangan, tetapi sang Dewi sudah hilang kesaktiannya, tidak dapat kembali ke kawidadaren.

Sejak terbukanya rahasia memasak nasi itu, terpaksa Nawang Wulan setiap pagi harus menumbuk padi. Lama-kelamaan padi dalam satu lumbung padi itu habis.Sehabisnya padi itu, pakaian Dewi Nawang Wulan yang bernama Ananta Kusuma, yang dulu diambil oleh Ki Jaka Tarub waktu ada di pinggir sendang ketemu tertimbun padi, membuat marahnya sang Dewi. Pakaian lalu diambil terus dipakai sang Dewi yang pulih kembali kesaktiannya seperti sedia kala.

Ia mengatakan kepada suaminya, apabila anaknya menangis supaya dibawa naik di panggung, di bawahnya supaya dibakari jerami ketan hitam. Sang Dewi akan turun menyusui anaknya. Setelah berpesan demikian diambilnyalah jerami ketan hitan, dibakar, dan sang Dewi membumbung mengikuti asapnya, menjadikan sedih hati Kyai Ageng Tarub.

Kyai Ageng Tarub melaksanakan semua pesan sang Dewi tadi. Setiap anaknya menangis dibawa naik ke panggung, dibakarnya jerami ketan hitan di bawahnya. Setelah semakin besar, suara anaknya mirip suara ibunya.

 



Jasaview.id

Type above and press Enter to search.