Gedung Papak. (Foto: istimewa) |
Pada masa pendudukan Jepang, istilah jugun ianfu sangat terkenal di telinga beberapa kalangan, terutama para gadis-gadis asli Indonesia tempo doeloe. Jugun ianfu merupakan wanita yang dipaksa untuk menjadi pemuas hasrat seksual tentara Jepang yang ada di Indonesia dan juga di negara-negara jajahan Jepang lainnya pada kurun waktu tahun 1942-1945.
Penelitian sejarah menyebutkan, rumah bordil merupakan bagian dari kebijakan militer Jepang. Alasan pendirian rumah bordil militer tersebut di antaranya untuk menyediakan akses mudah ke urusan penyaluran hasrat seksual. Sehingga keefektifan militer tentara Jepang akan meningkat. Para perempuan Indonesia umumnya direkrut menjadi jugun ianfu berdasarkan paksaan, diambil paksa di jalan, atau bahkan di rumah mereka.
Di Kabupaten Grobogan, terdapat sebuah gedung yang tempo doeloe pernah dijadikan sebagai rumah bordil tentara Jepang. “Gedung Papak”—begitu bangunan itu biasa disebut oleh warga sekitar. Disebut Gedung Papak, karena atap gedung itu memang papak alias datar tak bergenting. Rumah kuno seluas 338,5 meter persegi itu berdiri di atas lahan Perhutani KPH Gundih di Desa Geyer, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan. Lokasinya di tengah perkampungan yang tak jauh dari KPH Gundih.
Rumah kuno dengan arsitektur Belanda itu tak terawat meski telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. Di dalam gedung, ada delapan ruangan kamar yang luas. Empat ruang di lantai bawah dan empat ruang di lantai atas. Setiap pintu masuk berukuran tiga meter.
Lantai gedung beralaskan plester menyerupai semen. Ada juga kamar mandi dengan bak kecil serta dapur yang dilengkapi kompor tanam berupa tungku. Untuk menuju lantai dua dari lantai pertama, ada tangga usang terbuat dari kayu dengan anak tangga selebar setengah meter. Beberapa ranjang besi berkelambu tanpa kasur tampak dibiarkan tergeletak di kamar. Tak ada hiasan yang menempel di dinding. Meski tak terurus, bangunan masih terlihat kokoh dan memancarkan aura keasliannya.
Gedung Papak menjadi salah satu saksi bisu adanya praktik perbudakan seks yang dilakukan oleh kolonialisme Jepang. Gedung Papak menjadi saksi bisu nestapa dan kepiluan gadis-gadis belia yang merupakan warga asli Kabupaten Grobogan yang dipaksa menjadi jugun ianfu. Mereka dipaksa untuk memuaskan hasrat seksual tentara Jepang kala itu. Kebanyakan wanita yang menjadi korban kekerasan seksual tentara Jepang malu dan kemudian menghilang.
Gedung Papak sendiri dibangun tahun 1919 sebagai markas besar tentara Belanda. Gedung tersebut juga difungsikan sebagai tempat penyiksaan pribumi yang dianggap membangkang aturan pasukan Belanda kala itu. Hingga akhirnya, Gedung Papak dikuasai tentara Jepang. Pada masa itulah, Gedung Papak dijadikan rumah bordil yang diisi jugun ianfu dari para gadis pribumi yang dijadikan budak seks tentara jepang.
Setelah tentara Jepang hengkang dari Indonesia pada 1953, Gedung Papak diambil alih Perum Perhutani sebagai rumah dinas Administratur KPH Gundih. Namun sejak tahun sejak 1974, gedung belum difungsikan lagi. (BMA - Redaksi Khazanah Grobogan)