Makam Kyai Santri Joko Suro di Desa Tlogorejo, Kecamatan Tegowanu, Grobogan. (Khazanahgrobogan/BMA) |
Ternyata, selain kedua makam itu, ada makam lainnya yang sejauh ini juga telah dikelola sebagai wisata religi dan banyak pengunjungnya. Hanya saja, ramainya pengunjung tidak saben hari, melainkan hanya setiap hari pasaran Jumat Wage.
Makam itu adalah makam Kyai Santri Joko Suro yang terletak di Dusun Tlogotanjung, Desa Tlogorejo, Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Setiap Jumat Wage, kompleks makam itu tidak hanya ramai oleh para peziarah, namun juga para pedagang yang membuka lapak. Jadilah, setiap Jumat Wage, kompleks makam menjadi semacam “pasar kaget” yang selain jadi wisata ziarah, sekaligus juga menjadi wisata belanja dan kuliner.
Lalu siapakah Kyai Santri Joko Sura? Kyai Santri Joko Sura adalah murid Kanjeng Sunan Kalijogo, putra dari Empo Supo dan Dewi Rosowulan. Dewi Rosowulan sendiri adalah adik kandung Sunan Kalijogo. Sehingga dengan demikian, Kyai Santri Joko Suro selain murid juga merupakan keponakan Sunan Kalijogo.
Setiap Jumat Wage, kompleks makam Kyai Santri Joko Suro juga ramai oleh para pedagang. (Khazanahgrobogan/BMA) |
Joko Suro dibunuh oleh kakak iparnya sendiri yang bernama Empu Suro Niti. Joko Suro dibunuh atas tuduhan nyenengi istri Empu Suro Niti yang bernama Nyai Siti Fatimah—yang tak lain adalah kakak kandung Joko Suro lain ibu.
Joko Suro dibunuh di sebuah hutan. Dan tak jauh dari tempat dibunuhnya Joko Suro terdapat tlogo (telaga, sumber air) dan pohon tanjung. Sehingga tempat meninggalnya Joko Suro yang sekaligus tempat Joko Suro dimakamkan dinamakan pedukuhan Tlogotanjung.
Versi lainnya tentang sosok Kyai Santri dikemukakan oleh Heru Hardono atau akrab disapa Mbah Bejo, seorang pemerhati sejarah lokal Grobogan. Menurut Mbah Bejo, Kyai Santri—atau menurut Mbah Bejo lebih pas disebut Mbah Santri—merupakan murid Sunan Kalijogo yang meninggal saat perjalanan pulang ke Demak dalam misi pencarian kayu jati untuk bahan pembangunan Masjid Agung Demak.
Kyai Santri dimakamkan di suatu tempat dan makam itu dirawat oleh seorang penggembala yang mengetahui bahwa makam itu merupakan makam seorang santri Kanjeng Sunan Kalijogo. Karena tidak tahu nama santri itu, oleh sang penggembala, makam itu pun disebut dengan nama “Makam Santri”—yang kelak populer dengan nama Makam Kyai Santri.
Sejak tahun 1990-an, setiap Jumat Wage, semakin banyak peziarah yang datang ke makam Kyai Santri. Seiring banyaknya peziarah, muncul banyak pedagang yang membuka lapak dengan tujuan mengais rezeki. Hingga kini, setiap Jumat Wage, kompleks makam Kyai Santri Joko Suro ramai dikunjungi peziarah yang datang dari berbagai daerah. Juga ramai oleh banyak pedagang yang menjual aneka dagangan seperti makanan, minuman, peralatan rumah tangga, perlengkapan ibadah, mainan anak, dan lain sebagainya.
Kenapa hanya Jumat Wage? Menurut Kyai Afif, Jumat Wage merupakan hari lahir atau weton Kyai Santri. “Sehingga Jumat Wage diyakini merupakan waktu yang pas untuk berziarah ke Makam Mbah Kyai Santri,” jelas Kyai Afif.
Meski hanya selapan sekali, namun
kiranya Makam Kyai Santri Joko Suro ini potensial untuk di-branding
menjadi destinasi wisata religi di Kabupaten Grobogan. Agar destinasi ini makin
dikenal luas dan semakin banyak lagi pengunjung yang datang.